TUGAS KELOMPOK
MAKALAH FILSAFAT UMUM
Dosen Pengampu : Sri Wartulas, S.Pd, M.Pd
“ TUHAN DALAM PANDANGAN FILSAFAT YUNANI KUNO ”
Kelompok 6
Herly Susanti (11.01.2083)
Ida Siti Arofah
Ikbal Asbulloh
Kelas : A
Semester : II
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) BREBES
TAHUN AKADEMIK 2011-2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama dan filsafat adalah dua
kekuatan yang mewarnai dunia, agama pada pokoknya adalah iman ( hati,rasa),
filsafat pada dasarnya rasio ( akal ), oleh karena itu wajarlah bila perkembangan
budaya selalu dilatar belakangi oleh pergulatan antara akal dan hati, antara
rasio dan iman, antara agama dan filsafat.
Bangsa yunani sangat patuh
dengan agama mereka yaitu penyembahan terhadap dewa-dewi olympus serta
mengimani segala mitosnya, pada zaman ini iman ( agama ) mendominasi, hingga
datanglah periode Thales dan para sofis yang lebih mengedepankan akal dari pada
hati/iman, agama atau iman lambat laun tergeser dominasinya oleh akal yang
membuat kacau dengan merelativkan kebenaran.
Pada periode kacau ini Manusia
adalah ukuran semua kebenaran, semua kebenaran relatif, teori sains diragukan,
kaidah agama dicurigai, apalagi para penggagas relativisme yaitu para Sofies
sangat berpengaruh pada periode ini, mereka dijadikan guru, hakim dan amat
dekat berhubungan dengan para kalangan bangsawan athena, jadi bisa dipastikan
semakin kacaulah orang-orang athena.
Hingga datanglah Socrates,
seorang filosof yang meyakini agama ( lihat dalam pembelaannya melalui apoligia
) ia membawa orang-orang athena kembali meyakini agama mereka yang dulu serta
meyakinkan bahwa tidak semua kebenaran itu relatif namun ada kebenaran yang
umum yaitu definisi( pengertian umum ) namun ajaranya harus dibayar dengan
kematian karena tuduhan kaum sofis yang menganggap ia perusak mental pemuda
athena.
Muridnya plato melanjutkan
perjuangan gurunya melawan kaum sofis dengan membenarkan kebenaran umum namanya
idea, idea telah ada sebelum adanya manusia, tempatnya di alam idea, lalu
hantaman terbesar bagi para sofis adalah aristoteles murid plato yang menulis
kepalsuan logika para sofis.
dalam periode ini keadaan
hegemoni berubah lagi, akal dan hati, rasio dan iman, agama dan filsafat
sama-sama menang, kaidah agama diterima kembali demikianpun kaidah filsafat.
BAB II
PERMASALAHAN
Untuk
mengetahui bagaimana Tuhan Dalam Pandangan Filsafat Yunanai Kuno dan Filsafat
Patristik, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan yunani kuno
terhadap tuhan ?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat
patristik ?
3. Bagaimana kedudukan filsafat pada
zaman patristik ?
4. Siapa sajakah tokoh-tokoh filsafat
pada zaman patristik dan bagaimana peranannya ?
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
Dari
permasalahan diatas, kami memberikan uraian tentang pembahasan masalah sebagai
berikut:
1.
Tuhan Dalam Pandangan Filsafat
Yunani Kuno
Filosof pertama Yunani Kuno dalam
mencari sumber segala sesuatu dan pencipta makhluk mereka sampai pada satu
konsep yang bernama Tuhan. Mereka berpandangan bahwa sumber alam semesta
terdiri dari empat unsur. Misalnya Thales berpandangan bahwa sumber segala sesuatu berasal
dari air. Demokritus mengganggap bahwa sumber alam semesta adalah dari api.
Sementara filosof lainnya menilai bahwa sumber segala sesuatu adalah dari udara
atau api.
Pembahasan rinci tentang dewa-dewa
dalam pandangan orang-orang Yunani disebutkan dalam karya Homer dan Hesiod.
Apabila kita ingin membatasi pada karya Iliad Homer kita menyaksikan bahwa
redaksi kalimat “Tuhan” nampak yang disebutkan untuk segala jenis entitas yang
aneh. Dalam pemikiran Yunani, gambaran ketuhanan diperoleh dari gambaran
tentang tabiat (nature) dan prinsip yang berlaku di dalamnya. Yang dimaksud dengan
entitas-entitas aneh adalah kekuatan Ilahi yang membuat orang-orang Yunani
mampu menata perbuatan-perbuatan dan pikiran-pikirannya berdasarkan kekuatan
tersebut. Tentu saja Tuhan mereka tidak dapat disamakan dengan Tuhan Tunggal
yang kita kenal saat ini.
Pada dasarnya, “Terdapat pandangan
dan teori-teori ihwal konsep dan keberadaan Tuhan dalam school of thoughts (aliran-aliran) filsafat, agama-agama dan sejarah,
namun tidak satu pun dari pandangan dan teori ini yang memiliki makna dan
konsep stabil serta tidak
berubah-ubah tentang Tuhan.
Di sini, kami
akan mengemukakan tentang
sejarah singkat dari tuturan para filosof Barat tentang Tuhan yang dalam pada
itu telah menjawab sebagian pertanyaan yang Anda kemukakan pada kesempatan ini.
Tuhan dalam
kebudayaan Yunani pada masa sebelum kedatangan Sokrates memiliki dua sisi
berbeda secara asasi dengan gambaran-gambaran lain tentang Tuhan. Dua sisi itu
pada kehidupan dan pujaan manusia. Peran Tuhan dalam pandangan Plato (Pencipta,
ide atau imaginasi) adalah memberikan dan mengadakan unsur-unsur yang ada,
namun gangguan yang terdapat dalam jagad raya dan gambaran sempurna
keindahan jagad raya diperoleh dengan memberdayakan keindahan ide-ide. Tuhan
Aristoteles (Penggerak tak bergerak, Prime Mover) adalah sebab tujuan
alam, namun bukan sebab pelaku dan boleh jadi sebab pelaku lebih dari satu.
Adapun filsafat
Skolastik (abad pertengahan) pandangannya tentang Tuhan berasal dari dua
sumber: Alkitab dan filsafat Yunani.
Para teolog dan
bapa-bapa Gereja memanfaatkan redaksi ayat ini "AKU ADALAH AKU" dan
memaknainya bahwa Allah Swt itu ada dan sumber segala sesuatu. Karena itu,
pencipta alam semesta dan manusia dalam setiap kondisi adalah tunggal. Namun
Tuhan pencipta juga harus berkuasa mutlak dan mahamengetahui secara mutlak.
Secara logis, Tuhan yang Mahakuasa secara mutlak harus nir batas, self
existence (ada dengan sendirinya), abadi dan azali (sarmadi), simpel
dan maha sempurna dari segala sesuatu. Ulasan dan paparan pemikiran filosofis
dalam masalah teologi Kristen mengemuka dengan memanfaatkan beberapa
terminologi Yunani dalam karya-karya teologi ternama, Santo Agustin dan Santo
Thomas Aquinas.
Tuhan dalam
pandangan Santo Agustin adalah Tuhan Alkitab dalam format pemikiran Plotinus
(beriman kepada Tuhan [Esa] sebagai Sumber Pertama). Sesuai dengan keyakinan
Plotinus esa (oknum pertama) yang menciptakan akal universal (oknum kedua) dan
akal universal adalah pencipta jiwa universal (oknum tiga).
Tuhan dalam
pandangan Aquinas adalah Tuhan Alkitab dalam format filsafat Aristoteles.
Aquinas sembari mengikuti jejak langkah filsafat Aristotelian, ia bahkan
menjelajah lebih jauh; karena konsep kepelakuan (agency) dalam
pandangannya adalah kepenciptaan (khaliqiyat) dan kepengaturan (rububiyat).
Sementara konsep penggerak tanpa gerak Aristoteles hanyalah sebab tujuan dan
tidak ada kaitannya dengan penciptaan dan pengaturan jagad raya dan manusia.
Sejatinya,
perbedaan Tuhan para filosof Kristian dan dewa-dewa Yunani dan Romawi adalah
pada sisi kepenciptaan (khâliqiyyah) Tuhan. Perbedaan ini terletak pada
akar realitas bahwa “Ajaran Kristen bukanlah ajaran filsafat melainkan pada dasarnya
merupakan ajaran agama untuk kebahagiaan manusia yang disampaikan oleh Yesus
Kristus, namun filsafat Yunani adalah sebuah metodelogi untuk mengurai dan
memaparkan jagad raya.
Hal ini
merupakan titik pembeda pemikiran Yunani dan pemikiran Kristen. Pasca filsafat
Skolastik, dengan kemunculan Descartes, masa dan abad baru dalam sejarah
metafisika pun bermula. Tuhan dalam filsafat Descartes tidak memiliki derajat
eksistensial melainkan memiliki derajat epistemologikal. “Dalam sistem filsafat
Descartes, Tuhan disandarkan pada pemikiran manusia, baik dari sisi sumber
pemikiran manusia dalam menetapkan keberadaan Tuhan. Dalam filsafat Descartes
Tuhan yang mengemuka adalah Tuhan dalam pandangan epistemologis ketimbang Tuhan
ontologis.
Yang dimaksud
Descartes terkait dengan kalimat “Tuhan” adalah substansi yang tidak terbatas (sarmadi
[abadi dan azali), ada dengan sendirinya, Mahamengetahui secara mutlak,
Mahakuasa secara mutlak yang menciptakan saya sendiri dan segala sesuatu yang
ada.
Dampak negatif keraguan
metodis (cogito ergo sum) Descartes yang sedianya ingin menetapkan Tuhan
secara rasional pada akhirnya menyebabkan munculnya aliran Skeptisisme,
“Kemunculan David Hume di Inggris dan Immanuel Kant di Jerman pada abad ketujuh
belas (17) dan penyebaran karya-karya mereka telah berujung pada semakin
tersudutnya masalah metafisika. Demikian juga pada abad 19, karena tersebarnya
teori-teori ilmiah seperti teori evolusi Darwin dan mekanika Newton
terbentuklah ruang-ruang utama pemikiran Atheisme.
Dalam teori
evolusi, khususnya Tuhan yang digambarkan oleh penganut aliran Deisme (aliranya
yang menyatakan konsep Tuhan gaib yang menggerakan jagad raya pada masa yang
sangat-sangat lampau kemudian meninggalkannya begitu saja) yang mempersoalkan
masalah Tuhan secara serius. Pemikiran mekanis juga mendeskripsikan segala
sesuatu secara mekanis.
Bagaimana pun,
“Meski Tuhan Pencipta (Demiurge) Plato, Penggerak tak bergerak (Prime
Mover) Aristoteles, Tuhan Esa Plotinus, Tuhan Mahakasih orang-orang Gereja
(Bapa langit), substansi nir batas dan Mahapencipta Descartes, Tabiat yang menciptakan
tabiat-tabiat Spinoza (Natura naturans), Yang Menganugerahkan moralitas
Kant, Spirit atau ide mutlak Hegel, kesemuanya menyinggung tentang Realitas
Tunggal yang kita sebut sebagai Tuhan, namun beberapa terma ini sama sekali
tidak bermakna satu. Hal yang patut untuk diperhatikan bahwa orang-orang yang
mengingkari dan orang-orang yang meragukan keberadaan Tuhan juga tidak memiliki
pemahaman yang tunggal dan bersifat tetap.
2.
Filsafat Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Didunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggukanakan falsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).. Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa, ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti adanya Tuhan, tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah.
Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas utama menjawabi berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes (185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius, Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam diri para filosuf abad pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai ca. 1000 M dikeal dalam sejarah filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam periode ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) dan John Scotus Eriugena (lahir ca. 800 M).
Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Didunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggukanakan falsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei).. Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa, ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti adanya Tuhan, tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah.
Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas utama menjawabi berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes (185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius, Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam diri para filosuf abad pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai ca. 1000 M dikeal dalam sejarah filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam periode ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) dan John Scotus Eriugena (lahir ca. 800 M).
3. Kedudukan Filsafat Pada
Zaman Patristik
Filsafat pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan tepatnya pada tahun 100-700. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan bahwa Filsafat Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir 204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan maka sangat erat kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan terutama terhadap tokoh-tokoh filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430).
Dunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tentang Tuhan.[5]
Akal pada Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada Filsafat Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal yang hamper seratus persen pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting; mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama sekaliruang gerak filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang yang masiih menghidupkan filsafat (akanl) harus dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia, seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun 529 Kaisar Justianus mengeluarkan Undang-Undang yang melarang Filsafat.
Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama. Moral berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa adalah kehidupan terbaik. Hati memerlukan kehidupan demikian. Ia juga mengatakan bahwa mempelajari hukum alam adalah mubadzir, memboroskan waktu. Ia berkutat bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Intelektualisme tidak penting, yang penting adalah cintakepada Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya dati Anda, siap pencipta alam ini. Untuk itu hati bersih, harus hidup. Mka kehidupan berbujang adalah kehidupan terpuji. Manusia dilarang mempelajari Astronomi. Mempelajari Anatomi memnjadikan manusia materialistis. Filsafat dan Sains jangan disentuh. Akal mati, hati menang.
Ciri khas Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih dfahulu setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu, misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argumen utnuk memahaminya. Mungkin juga utnuk meneguhkan keimanan itu. Didalam pengertian itu tersimpalah pengertian bahwa seseoang tidak boleh mengerti atau paham terlebih dahulu, dan karena memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini iman secara rasional. Dalam undkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu hahrus diimaninya, malainkan orang mengerti kalau ia mengimaninya.
Sifat ini berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam Filsafat Rasioanl pengertian itulah yang didahulukan; setelah dia mengerti barulah mungkin ia diterima dan kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka Filsafat Abad Pertengahan terletak pada ungkapan itu. Apakah kaidah ini (iman agar mengerti) dapat dianggap sebagai rumus filsafat yang dianggap umum? Jawaban yang jelas atas pertanyaan ini sulit dikemukakan. Yang dapat dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang dianut, juga dalam Filsafat Islam. Contoh yang menonjol dalam Filsafat Islam adalah Al-Ghazali. Didalam perbandingan ini kita seakan menemukan keganjilan. Mengapa penerapak kaidah itu dalam Kristen menimbulkan akibat Sains dan Filsafat terhadap perkembangannya, tetapi penerapak rumus ini dalam perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan tersendatnya perkembangan filsafat dan sains dalam Islam.
Kelihatannya Filsafat Credo Ut Intelligem itu tidak merugikan perkembangan Filsafat dan Sains seandanya wahtu yang dijadikan andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan dengan akal logis. Hal iini kita temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam Islam berkembang amatpesat karena keyakinan Islam tidak ada yang berlawanan dengan akal logis; yang ada adalah bagian-bagaian yang berada didaerah Supralogis dan Suprarasional.
Sains, Filsafat dan iman (rasa) sebenarnya merupakan keseluruhan pengetahuan manusia. Akan tetapi pembatasan daerah kerja (kapling)nya masih harus jelas. Sains bekerja pada objek-objek sensasi, Filsafat pada objek-objek abstrak logis, sedangkan hati (rasa) bekerja pada daerah-daerah Supralogis. Yang ini sesugguhnya telah disebut oleh Bonaventura. Menurut pendapatnya manusia memiliki tiga potensi (kmampuan): indera, akal dan kontemplasi. Hasil kerja masing-masing potensi itu tidak boleh berlawanan, tetapi boleh tidak sama. Tidak sama itu bukan berlawanan. Kekurang jelasan perbatasan daerah inilah yang sering terjadinya bentrokan antara sains, filsafat, dan iman.
Kelemahan lain dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan itu adalah sifatnya yang terlaluyakin terhadap penafsiran teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak lebihberarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu rata-rata menjabat sebagai orang suci (Saint), makafilsafat mereka menempati pengertian agama yang absolut dalam dirinya. Iinilah barangkali yang menjadikan tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis terhadap tokoh lain yang pemikirannya berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja. Pada Abad Pertengahan itu Agama Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci, malainkan penafsiran kitab suci oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran Copernicus dengan Galileo dengan pemikira tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan kedua tokoh tersebut dihukum. Sebenarnya pendapat kedua ilmuwan tersebut tidak berlawanan dengan kitab Suci, melainkan berbeda dengan pendapat Tokoh Gereja yang mengatasnamakan Kitab Suci, berarti Kitab Suci itu salah karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan itulah yang benar.
Uraian tadi manunjukka bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman (hati) benar-benar telah menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan hidup Abad Pertengahan (diBarat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami; filsafat dan sains berhenti; jangankan menemukan yang baru, menjaga warisan Yunani ini saja tidak mampu.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang lumayan, yaitu Thomas Aquinas. Ia lahir pada masa-masa menjelang habisnya kekuatan agama Kristen mempengaruhi jalan pemikiran. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah berkurang. Oleh karena itu, ia berhasil mengumumkan Filsafat Rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian adanya Tuhan yang masih dipelajari orang hinga saat ini. Tetapi filsafatnya ini tetap saja tidak disenangi oleh banyak tokoh ketika itu.
Filsafat pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan tepatnya pada tahun 100-700. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan bahwa Filsafat Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir 204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan maka sangat erat kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan terutama terhadap tokoh-tokoh filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430).
Dunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tentang Tuhan.[5]
Akal pada Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada Filsafat Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal yang hamper seratus persen pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting; mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama sekaliruang gerak filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang yang masiih menghidupkan filsafat (akanl) harus dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia, seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun 529 Kaisar Justianus mengeluarkan Undang-Undang yang melarang Filsafat.
Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama. Moral berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa adalah kehidupan terbaik. Hati memerlukan kehidupan demikian. Ia juga mengatakan bahwa mempelajari hukum alam adalah mubadzir, memboroskan waktu. Ia berkutat bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Intelektualisme tidak penting, yang penting adalah cintakepada Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya dati Anda, siap pencipta alam ini. Untuk itu hati bersih, harus hidup. Mka kehidupan berbujang adalah kehidupan terpuji. Manusia dilarang mempelajari Astronomi. Mempelajari Anatomi memnjadikan manusia materialistis. Filsafat dan Sains jangan disentuh. Akal mati, hati menang.
Ciri khas Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih dfahulu setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu, misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argumen utnuk memahaminya. Mungkin juga utnuk meneguhkan keimanan itu. Didalam pengertian itu tersimpalah pengertian bahwa seseoang tidak boleh mengerti atau paham terlebih dahulu, dan karena memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini iman secara rasional. Dalam undkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu hahrus diimaninya, malainkan orang mengerti kalau ia mengimaninya.
Sifat ini berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam Filsafat Rasioanl pengertian itulah yang didahulukan; setelah dia mengerti barulah mungkin ia diterima dan kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka Filsafat Abad Pertengahan terletak pada ungkapan itu. Apakah kaidah ini (iman agar mengerti) dapat dianggap sebagai rumus filsafat yang dianggap umum? Jawaban yang jelas atas pertanyaan ini sulit dikemukakan. Yang dapat dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang dianut, juga dalam Filsafat Islam. Contoh yang menonjol dalam Filsafat Islam adalah Al-Ghazali. Didalam perbandingan ini kita seakan menemukan keganjilan. Mengapa penerapak kaidah itu dalam Kristen menimbulkan akibat Sains dan Filsafat terhadap perkembangannya, tetapi penerapak rumus ini dalam perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan tersendatnya perkembangan filsafat dan sains dalam Islam.
Kelihatannya Filsafat Credo Ut Intelligem itu tidak merugikan perkembangan Filsafat dan Sains seandanya wahtu yang dijadikan andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan dengan akal logis. Hal iini kita temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam Islam berkembang amatpesat karena keyakinan Islam tidak ada yang berlawanan dengan akal logis; yang ada adalah bagian-bagaian yang berada didaerah Supralogis dan Suprarasional.
Sains, Filsafat dan iman (rasa) sebenarnya merupakan keseluruhan pengetahuan manusia. Akan tetapi pembatasan daerah kerja (kapling)nya masih harus jelas. Sains bekerja pada objek-objek sensasi, Filsafat pada objek-objek abstrak logis, sedangkan hati (rasa) bekerja pada daerah-daerah Supralogis. Yang ini sesugguhnya telah disebut oleh Bonaventura. Menurut pendapatnya manusia memiliki tiga potensi (kmampuan): indera, akal dan kontemplasi. Hasil kerja masing-masing potensi itu tidak boleh berlawanan, tetapi boleh tidak sama. Tidak sama itu bukan berlawanan. Kekurang jelasan perbatasan daerah inilah yang sering terjadinya bentrokan antara sains, filsafat, dan iman.
Kelemahan lain dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan itu adalah sifatnya yang terlaluyakin terhadap penafsiran teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak lebihberarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu rata-rata menjabat sebagai orang suci (Saint), makafilsafat mereka menempati pengertian agama yang absolut dalam dirinya. Iinilah barangkali yang menjadikan tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis terhadap tokoh lain yang pemikirannya berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja. Pada Abad Pertengahan itu Agama Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci, malainkan penafsiran kitab suci oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran Copernicus dengan Galileo dengan pemikira tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan kedua tokoh tersebut dihukum. Sebenarnya pendapat kedua ilmuwan tersebut tidak berlawanan dengan kitab Suci, melainkan berbeda dengan pendapat Tokoh Gereja yang mengatasnamakan Kitab Suci, berarti Kitab Suci itu salah karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan itulah yang benar.
Uraian tadi manunjukka bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman (hati) benar-benar telah menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan hidup Abad Pertengahan (diBarat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami; filsafat dan sains berhenti; jangankan menemukan yang baru, menjaga warisan Yunani ini saja tidak mampu.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang lumayan, yaitu Thomas Aquinas. Ia lahir pada masa-masa menjelang habisnya kekuatan agama Kristen mempengaruhi jalan pemikiran. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah berkurang. Oleh karena itu, ia berhasil mengumumkan Filsafat Rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian adanya Tuhan yang masih dipelajari orang hinga saat ini. Tetapi filsafatnya ini tetap saja tidak disenangi oleh banyak tokoh ketika itu.
4.
Tokoh-tokoh filsafat zaman patristik
dan peranannya
1. Augustinus (354-430)
Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Mungkin penamaan Abad Agustinus (The Age of Agustine) seperti yang telah ditulis oleh Mayer dalam bukunya disebabkan oleh Augustinus telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran Abad Pertengahan mengadaptasikan Platonisme dengan idea-idea Kristen. Ia memberikan formulasi yang sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap Khatolik dan Protestan.
Stuart Hampshire dalam introduksi bukunya, The Age of Reason, menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kegiata pikir manusia yang bersinambung. Pikiran seorang tokoh pada masa tertentu baru jelas dipahami setelah melihat hubungannya dengan pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kalau demikian, maka beberapa pemikir sebelum Augustinus perlu dibicarakan terlebih dulu. Mungkin saja pemikir iru merupakan latar belakang pemikiran Augustinus.
Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.
Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya.
Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad Pertengahan.
Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.
Karta Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul disebabkan oleh adanya perampasan Roma oelh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi karena ketidak patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen. Karena banyak yang meilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian lain menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka semabah tidak mempunyai kekuatan atas alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang pada Abad Keduapuluh sekarang.
Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu; ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah Dilsafat Sejarah dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami melaluihukum-hukum Tuhan.
Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama yaitujilid 1-10 membicarakan tanggungjawab Kristen terhadap perpecahan Romawi, sifat-sifat imperialistis, tidak pernahnya Romawi memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian kedua yaitu jilid 11-12 membicarakan asal-usul manusia, dunia Tyhan dan dunia Setan.
Mengenai siksa neraka Augustinus mengatakan bahwa ia bersifat kekal. Origen berpendapat bahwa orang, bagaimanapun jeleknya, tidak akan kekal dineraka, Augustinus menolak pendapat ini. Kalau pendapat Origen benar, mengapa tidak berlaku bagi Setan? Demikian kata Augustinus.
2. Anselmus (1033-1109)
Dalam membicarakan Filsafat Abad Pertengahan St. Anselmus tidak dapat dilewatkan begitu saja. Tokoh inilah yang mengeluarkan Credo Ut Intelligam yang dapat dianggap merupakan cirri utama Filsafat pada Abad Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta, Italia. Seluruh kehidupannya penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan melalui Kristus.
Credo Ut Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu adalah Percaya baru mengerti; secara lebih sederhana percayalah telebih dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih dahulu sebelum kita mulai berfikir. Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar terhadap pemikirannya.
Ia berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya kebaikan Mahatinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Mahabesar ada dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.
Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filsuf Abad Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus.
3. Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang argument-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa Aquinas menganggap bahwa penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau setingkat dengan penjelasan Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganut Hipotesis Geosentris.
Dalam seluruh teorinya mengenai pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikir (reson) dan iman adalah tidak bertentangan. Akan tetapi, dimana batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan bertentangan dengan ajaran wahyu.
Selanjutnya Aquinas mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak selalu dapat dilakukan karena kanl terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan.
Berdasarkan uraian itu kita dapat mengetahui adanya dua jalur pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan. Dan yang kedua adalah jalur Tuhan ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung oleh akal.
Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian pengetahua Fisika, Matematika, dan Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian darinya. Menurut pendapatnya dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi. Sehunbungan dengan teorinya diatas maka didalam filsafat Aquinas filsafat dapat dibedakan dari agama dengan melihat penggunaan akal. Filsafat ditentukan oelh penjelasan sistematis akliah, sedangkan agama ditentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidak terlihat begitu jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural yang dibentangkan diatas akal, dan yang kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan diatas iman.
Didalam doktrinnya tentang pengetahuan Aquinas adalah realis Moderat. Ia tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini menpunyai eksistensi yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara:pertama sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan; kedua sebagai idea dalam pemikiran manusia; dan ketiga sebagai esensi sesuatu. Dapat dicatat disini bahwa Aquinas mencoba mennjebatani dua ekstrimitas. Ekstrimitas Nominalisme dan Ekstriminitas Realisme. Nominalisme adalah suatu ajaran dalam Filsafat Skolastik yang menyatakan bahwa tidak ada eksistensi bastrka yang sungguh-sungguh objektif; yang ada hanyalah kata-kata dan nama-nama; yang benar-benart real adalah fisik yang particular ini saja. Realisme adalah suatu ajaran dalam filsafa tyang mengatakan bahwa realitas Universal abstrak sama dengan atau lebih tinggi dari realitas.
Aquinas melakukan harmonisasi antara kedua ekstrem itu cara memperhatikan bahwa alam semesta mempunyai berbagai pengertian bila diterapkan pada Tuhan, manusia, dan alam. Sains menurutnya, berkenaan dengan alam jenis ketiga; yaitu alam sebagai esensi. Konsep-konsep sains tidak a priori sebab manusia dilahirkan tidak membawa idea-idea immaterial. Menurut pendapat Aquinas pikiran tidak akan berisi apa-apa apabila tidak menggunakan indera. Proses pengetahuan dimalai dari adanya penginderaan yang memberikan kepada kita presepsi tentang objek didalam alam.
1. Augustinus (354-430)
Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Mungkin penamaan Abad Agustinus (The Age of Agustine) seperti yang telah ditulis oleh Mayer dalam bukunya disebabkan oleh Augustinus telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran Abad Pertengahan mengadaptasikan Platonisme dengan idea-idea Kristen. Ia memberikan formulasi yang sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap Khatolik dan Protestan.
Stuart Hampshire dalam introduksi bukunya, The Age of Reason, menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kegiata pikir manusia yang bersinambung. Pikiran seorang tokoh pada masa tertentu baru jelas dipahami setelah melihat hubungannya dengan pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kalau demikian, maka beberapa pemikir sebelum Augustinus perlu dibicarakan terlebih dulu. Mungkin saja pemikir iru merupakan latar belakang pemikiran Augustinus.
Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.
Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya.
Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad Pertengahan.
Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.
Karta Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul disebabkan oleh adanya perampasan Roma oelh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi karena ketidak patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen. Karena banyak yang meilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian lain menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka semabah tidak mempunyai kekuatan atas alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang pada Abad Keduapuluh sekarang.
Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu; ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah Dilsafat Sejarah dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami melaluihukum-hukum Tuhan.
Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama yaitujilid 1-10 membicarakan tanggungjawab Kristen terhadap perpecahan Romawi, sifat-sifat imperialistis, tidak pernahnya Romawi memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian kedua yaitu jilid 11-12 membicarakan asal-usul manusia, dunia Tyhan dan dunia Setan.
Mengenai siksa neraka Augustinus mengatakan bahwa ia bersifat kekal. Origen berpendapat bahwa orang, bagaimanapun jeleknya, tidak akan kekal dineraka, Augustinus menolak pendapat ini. Kalau pendapat Origen benar, mengapa tidak berlaku bagi Setan? Demikian kata Augustinus.
2. Anselmus (1033-1109)
Dalam membicarakan Filsafat Abad Pertengahan St. Anselmus tidak dapat dilewatkan begitu saja. Tokoh inilah yang mengeluarkan Credo Ut Intelligam yang dapat dianggap merupakan cirri utama Filsafat pada Abad Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta, Italia. Seluruh kehidupannya penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan melalui Kristus.
Credo Ut Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu adalah Percaya baru mengerti; secara lebih sederhana percayalah telebih dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih dahulu sebelum kita mulai berfikir. Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar terhadap pemikirannya.
Ia berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya kebaikan Mahatinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Mahabesar ada dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.
Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filsuf Abad Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus.
3. Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia lebih banyak menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang argument-argumennya. Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa Aquinas menganggap bahwa penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau setingkat dengan penjelasan Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganut Hipotesis Geosentris.
Dalam seluruh teorinya mengenai pengetahuan, Aquinas dibimbing oleh pandangannya bahwa pikir (reson) dan iman adalah tidak bertentangan. Akan tetapi, dimana batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan iman. Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan bertentangan dengan ajaran wahyu.
Selanjutnya Aquinas mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak selalu dapat dilakukan karena kanl terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan.
Berdasarkan uraian itu kita dapat mengetahui adanya dua jalur pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan. Dan yang kedua adalah jalur Tuhan ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung oleh akal.
Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian pengetahua Fisika, Matematika, dan Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian darinya. Menurut pendapatnya dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi. Sehunbungan dengan teorinya diatas maka didalam filsafat Aquinas filsafat dapat dibedakan dari agama dengan melihat penggunaan akal. Filsafat ditentukan oelh penjelasan sistematis akliah, sedangkan agama ditentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidak terlihat begitu jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural yang dibentangkan diatas akal, dan yang kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan diatas iman.
Didalam doktrinnya tentang pengetahuan Aquinas adalah realis Moderat. Ia tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini menpunyai eksistensi yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam tiga cara:pertama sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan; kedua sebagai idea dalam pemikiran manusia; dan ketiga sebagai esensi sesuatu. Dapat dicatat disini bahwa Aquinas mencoba mennjebatani dua ekstrimitas. Ekstrimitas Nominalisme dan Ekstriminitas Realisme. Nominalisme adalah suatu ajaran dalam Filsafat Skolastik yang menyatakan bahwa tidak ada eksistensi bastrka yang sungguh-sungguh objektif; yang ada hanyalah kata-kata dan nama-nama; yang benar-benart real adalah fisik yang particular ini saja. Realisme adalah suatu ajaran dalam filsafa tyang mengatakan bahwa realitas Universal abstrak sama dengan atau lebih tinggi dari realitas.
Aquinas melakukan harmonisasi antara kedua ekstrem itu cara memperhatikan bahwa alam semesta mempunyai berbagai pengertian bila diterapkan pada Tuhan, manusia, dan alam. Sains menurutnya, berkenaan dengan alam jenis ketiga; yaitu alam sebagai esensi. Konsep-konsep sains tidak a priori sebab manusia dilahirkan tidak membawa idea-idea immaterial. Menurut pendapat Aquinas pikiran tidak akan berisi apa-apa apabila tidak menggunakan indera. Proses pengetahuan dimalai dari adanya penginderaan yang memberikan kepada kita presepsi tentang objek didalam alam.
Persoalan yang dihadapkan
kepada Aquinas adalah bagaiamana presepsi ini diterjemahkan kedalam idea-idea
yang dapat dipikirkan. Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas menggunakan
istilah intelek aktif yang bertugas mengabstraksikakn unsure-unsur dalam alam
semesta lalau menciptakan jenis-jenis yang dapat dipikirkan. Intelek aktif
itulah yang memberikan kepada kita keadaan susunan alam semesta. Melalui
intelek aktif itu kita dapat memahami prinsip-prinsip pertama yang mengatur
semua kenyataan.
Pengalaman menurut Aquinas bukanlah suatu proses yang kacau pengalaman menyatakan prinsip-prinsip universal tentang eksistensi, kualitas-kualitas particular tidaklah terpisah-pisah; mereka mempunyai kualitas esensial dalam keseluruhan. Tugas sainslah untuk mengklasifikasikan dan menguraikan kualitas-kualaitas itu. Kalau dibandingkan dengan pandangan modern tentang sains, teori Aquinas sangat berbeda. Menurut pendapat sains Modern pencapaian terbaik dalam sains adalah bila ia lebih menjurus kepada objek-objek yang particular. Sains modern tidak memberikan penghargaan yang tinggi kepada masalah-masalah immaterial.Bagian immaterial itu merupakan bagian pembahasan metafisika.
Pengalaman menurut Aquinas bukanlah suatu proses yang kacau pengalaman menyatakan prinsip-prinsip universal tentang eksistensi, kualitas-kualitas particular tidaklah terpisah-pisah; mereka mempunyai kualitas esensial dalam keseluruhan. Tugas sainslah untuk mengklasifikasikan dan menguraikan kualitas-kualaitas itu. Kalau dibandingkan dengan pandangan modern tentang sains, teori Aquinas sangat berbeda. Menurut pendapat sains Modern pencapaian terbaik dalam sains adalah bila ia lebih menjurus kepada objek-objek yang particular. Sains modern tidak memberikan penghargaan yang tinggi kepada masalah-masalah immaterial.Bagian immaterial itu merupakan bagian pembahasan metafisika.
Sedangkan pada Aquinas tadi, sains akan
semakin tinggi nilainya bila ia semakin universal.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Kami
menyimpulkan dari pembahasan kami yang berjudul “ Tuhan Dalam Pandangan
Filsafat Yunani Kuno dan Filsafat Patristik ”, bahwa :
ü
Bagaimana pun, “Meski Tuhan Pencipta (Demiurge)
Plato, Penggerak tak bergerak (Prime Mover) Aristoteles, Tuhan Esa
Plotinus, Tuhan Mahakasih orang-orang Gereja (Bapa langit), substansi nir batas
dan Mahapencipta Descartes, Tabiat yang
menciptakan tabiat-tabiat Spinoza (Natura naturans), Yang
Menganugerahkan moralitas Kant, Spirit atau ide mutlak Hegel, kesemuanya
menyinggung tentang Realitas Tunggal yang kita sebut sebagai Tuhan, namun
beberapa terma ini sama sekali tidak bermakna satu. Hal yang patut untuk
diperhatikan bahwa orang-orang yang mengingkari dan orang-orang yang meragukan
keberadaan Tuhan juga tidak memiliki pemahaman yang tunggal dan bersifat tetap.
ü
Filsafat patristik yaitu berlangsung pada abad pertengahan
tepatnya pada tahun 100-700. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan
bahwa Filsafat Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir
204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan maka sangat erat
kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan terutama terhadap tokoh-tokoh
filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222), Origenes (185-254),
Agustinus (354-430).
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Salam.Burhanuddin.Pengantar Filsafat.2003.Jakarta: PT
Bumi Aksara.191
Dr.Kebug.Kondrad..Filsafat Itu Indah.2008.Jakarta: Pusatakaraya.180.
Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya.66.
Drs.Salam.Burhanuddin.Pengantar Filsafat.2003.Jakarta: PT Bumi Aksara.191.
Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya.116.
Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya.105.
Dr.Kebug.Kondrad..Filsafat Itu Indah.2008.Jakarta: Pusatakaraya.180.
Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya.66.
Drs.Salam.Burhanuddin.Pengantar Filsafat.2003.Jakarta: PT Bumi Aksara.191.
Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya.116.
Prof. DR.Tafsir.Ahmad.Filsafat Umum.2008.Bandung: PT Remaja Rosakarya.105.
lengkap agan makalahnya.. tks www.fileskripsi.com
BalasHapuskerennnn (y)
BalasHapus